SELAMA ini PSSI berlindung di balik AFC. Berbagai kebijakannya selalu membawa nama AFC. Kini terkuak.
Semua itu ternyata trik dan omong kosong belaka.
Bicara struktural, tak ada yang menyangsikan keabsahan kepengurusan PSSI di bawah komando
Djohar Arifin Husin hasil Kongres Luar Biasa (KLB) 9 Juli 2011 di Solo. Secara struktur pula, semua juga tahu PSSI sah sebagai organisasi di bawah AFC dan FIFA.
Diprakarsai Komite Normalisasi (KN) pimpinan Agum Gumlear yang ditunjuk langsung FIFA, Djohar dkk sah tercatat dan diketahui sebagai Komite Eksekutif (Exco) PSSI 2011-2015.
Itu bicara struktur dan garis komando yang memang sudah terbentuk dari sananya sejak awal. Tapi, bicara implementasinya, orang yang masih waras dan punya kepedulian terhadap sepakbola Indonesia pasti terhenyak, bahkan sesak napas.
Berbagai kebijakan PSSI saat ini terbukti bertentangan dengan aturan dan regulasi yang berlaku, termasuk Statuta PSSI sendiri. Ironisnya, PSSI selalu berlindung di balik tameng AFC, federasi yang membawahinya di tingkat regional Asia.
Ketika PSSI mendesak kompetisi profesional Indonesia harus dimulai 15 Oktober 2011, misalnya. Menurut PSSI, jika kompetisi profesional Indonesia tidak bergulir hingga batas waktu yang telah ditentukan, sanksi AFC dan FIFA menanti.
Betulkah ada ancaman itu? Tonny Apriliani, salah satu Exco PSSI yang dipecat permanen secara prematur oleh Komite Etik PSSI pada 26 Desember 2011, mengungkap ancaman AFC dan FIFA yang diembuskan PSSI itu palsu belaka.
"AFC tahu permasalahan yang membelit sepakbola Indonesia. AFC tidak memberikan deadline kepada PSSI untuk menggulirkan kompetisi
sepakbola profesional yang disebut PSSI jatuh pada 15 Oktober 2011," ungkap Tonny.
"AFC justru minta PSSI menyelesaikan soal dualisme pengelolaan kompetisi profesional Indonesia yang melibatlan PT Liga Indonesia (LI) dan PT Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS)," lanjut Tonny.
"Setelah masalah itu rampung, AFC pun mempersilakan PSSI menggelar kompetisi profesionalnya. AFC tak keberatan jika kompetisi profesional baru dimulai Januari 2012," jelas Tonny.
Trik dan dusta dengan membawa-bawa nama AFC itu, menurut Tonny,
digunakan PSSI demi memuluskan ambisinya memakai PT LPIS sebagai
pengelola kompetisi profesional di Indonesia.
Juga demi memaksakan masuknya 6 klub 'pesanan' dalam kompetisi yang digulirkan PT LPIS.
Kini, hal serupa terjadi lagi Kali ini korbannya adalah timnas. Ya, PSSI melarang pemain yang tampil di Indonesia Super League (ISL) membela timnas. PSSI hanya mengizinkan pemain Indonesia Premier League (IPL) untuk membela
timnas.
Parahnya, Djohar dkk pun tetap merasa benar sendiri meski timnas acak kadut malah bikin malu bangsa Indonesia akibat digunudli Bahrain 10-0.
PSSI berdalih FIFA dan AFC yang mengeluarkan larangan itu. Padahal,
sekali lagi, hanya trik, akal-akalan.
Tak percaya? Tengok saja Mohd Safee Sali, bomber Malaysia yang membela Pelita Jaya FC, salah satu klub peserta ISL. Safee ternyata tetap bisa berkostum timnas Malaysia. Itu karena AFC dan FIFA memang tidak pernah mengeluarkan larangan seperti digembar-gemborkan PSSI.
@12pas
Mank sepak bola nasional ad prospek ny???
BalasHapusMereka it tak lebih dari sampah....
Hapus aja smw kompetisi....
Kalau msh ngributin itu2 saja....